Eksekusi lahan yang akan dibuat jembatan di Mangkang, Kecamatan Ngbruk, Semarang, Jawa Tengah, diwarnai kericuhan. Dua wanita putus asa menghalangi petugas dengan memanjat alat berat untuk mencegah eksekusi.
Kronologi Eksekusi Lahan dengan Alat Berat yang Berujung Ricuh
Proses pemanfaatan lahan di Desa Ngebruk, Desa Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang berakhir ricuh pada Rabu (2-11-2022). Seorang warga pemilik tanah menolak menggunakan tanahnya untuk pembangunan jembatan.
Baca Juga : Jembatan Jurug A Dan B Ditutup, Rombongan Alat Berat Siap Datang Sabtu
Penolakan Eksekusi Lahan Oleh Warga
Pemilik lahan mendesak Kepala Satpol PP Kota Semarang PP Fajar Purwoto untuk menghentikan proses eksekusi tersebut. Selain itu, terdapat pula partisipasi anggota ormas yang menentang pembebasan lahan untuk pembangunan jembatan.
Warga yang mengaku memiliki tanah itu berinisial W berteriak histeris saat meminta Satpol PP Kota Semarang untuk menghentikan proses penertiban tanah. Dia menangis dan berlutut, memeluk map yang dikatakan sebagai bukti kepemilikan tanah.
“[tanah] Ini adalah warisan dari ayahku. Kalau mau membangun jembatan, jembatannya sudah ada,” teriaknya. Pada saat yang sama, petugas Satpol PP terpaksa menjauh dari alat berat sedangkan anggota ormas tampak emosi.
Tak ingin keadaan semakin memburuk, Fajar pun meminta seluruh aktivitas dihentikan dan mengajak puluhan anggotanya pulang. Batas waktu penuntutannya 30 hari, jadi tidak mungkin proyek ini selesai tepat waktu, jadi dikembalikan ke PT Adhi Karya.
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sangat mengapresiasi siapapun yang memiliki opini atas pembangunan jembatan di Desa Ngebruk, Desa Mangkang Wetan. Satpol PP tidak mau berkonflik dengan warga dan meminta kerjasama dan jalur hukum.
Sementara itu, perbincangan antar warga menjadi renungan setelah petugas Satpol PP Kota Semarang meninggalkan lokasi. Masing-masing dari mereka memiliki pendapat yang tegas, baik mendukung pembangunan jembatan atau menolaknya.
“Saya sudah tinggal di sini selama 30 tahun dan lihat di sana, jembatan itu sudah dibangun di atas tanah yang diberikan pemilik sebelumnya kepada saya,” kata seorang warga yang menolak -pembebasan tanah tersebut.
Sementara itu warga lain berpendapat, jembatan itu dibangun dengan alat berat bukan sekadar untuk mencegah banjir di Desa Ngebrug yang kerap diguyur hujan deras. Jembatan itu juga dibangun untuk menghubungkan dua desa.
“Negara siapa ini? Kita harus senang ada yang peduli dengan banjir di sini,” katanya. Menurut Fajar, hanya ada satu warga yang bermasalah dengan pembebasan lahan tersebut, namun efeknya bisa berdampak pada seluruh warga di kawasan tersebut.
Ketua Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto yang memimpin eksekusi mengatakan, beberapa hari sebelumnya warga yang menolak diminta mengajukan gugatan agar kejelasan mengenai tanah tersebut bisa segera diketahui, tapi W justru enggan melakukannya.
Alat Berat Sempat Dihadang Oleh Beberapa Ormas
Pelaksanaan eksekusi lahan ini juga dihalangi oleh beberapa anggota ormas. Hal ini tetap terjadi meski sebagian besar warga sangat mendukung pembangunan jembatan penghubung proyek rehabilitasi dengan desa tersebut.
Sementara itu, Indayah, warga Tambaksari RT 6 RW 7, Desa Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, mengatakan jembatan impak di desanya dibongkar usai Proyek Normalisasi Sungai Bering. Indayah juga menuturkan bahwa ia dan warga lainnya akan mendukung percepatan proyek pemerintahan tersebut dengan harapan jembatan yang dibongkar segera dipulihkan.
Warga mengaku sangat membutuhkan keberadaan jembatan tersebut namun sayang saat ini lahan yang akan dibangun jembatan tersebut dinilai masih terlibat sengketa. Meski begitu, banyak warga yang berharap agar masalah ini bisa cepat terselesaikan meski harus melalui proses di pengadilan negeri.
Kericuhan akibat datangnya alat berat ke wilayah sengketa juga diharapkan tidak akan terjadi lagi. Warga berharap sengketa segera selesai agar pembangunan jembatan juga bisa segera diselesaikan.
Sumber : video.okezone.com