Sejumlah warga memblokade alat berat yang mengeksekusi lahan seluas 30 hektare di Kecamatan Alak Kota Kupang. Tindakan warga ini sebagai bentuk penolakan terhadap putusan pengadilan. Penolakan ini dilakukan karena eksekusi yang akan dilakukan dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan menyalahi aturan.
Warga Menghadang Alat Berat Eksekusi Lahan Di Alak Kota Kupang
Eksekusi lahan yang terjadi di Kecamatan Alak Kota Kupang berakhir ricuh. Warga menghadang alat berat yang akan mengeksekusi lahan tersebut hingga akhirnya eksekusi batal dilakukan.
Baca Juga : Pembersihan Lahan Bah Somar Siantar Dengan Alat Berat PTPN III Diwarnai Kericuhan
Penghadangan Alat Berat Oleh Warga Alak Kota Kupang
Rabu, 26 Oktober 2022 pukul 13.20 WITA, ketika alat berat berangkat menuju lokasi eksekusi, sudah ada beberapa warga di lokasi eksekusi. Warga yang hadir di lokasi kemudian meminta penundaan eksekusi karena warga menuturkan proses hukum terhadap lahan yang bersangkutan belum selesai.
Saat itu warga secara spontan melempari alat berat dengan berbagai material sehingga alat tersebut langsung mundur agar kericuhan tidak semakin parah. Polisi setempat mencoba mengevakuasi warga, tetapi warga bersikeras untuk tetap tinggal di lokasi eksekusi.
Kemarahan warga juga semakin besar saat warga mendapati salah satu pegawai PN Kupang Kelas 1 A membawa benda tajam. Dalam eksekusinya menggunakan alat berat, pengadilan memanggil Lurah Manulai II Meksain Mauk, S.Sosi, M.M. Hal ini juga menjadi sorotan warga karena lahan yang akan dieksekusi tersebut diketahui terletak di Kelurahan Batuplat sedangkan lahan yang ada dalam putusan PN Kupang Kelas 1A merupakan lahan di kelurahan Manulai II.
Julius Bonna, S.H. selaku Panitera PN Kupang Kelas 1A membacakan surat penetapan eksekusi di depan warga yang memblokade lahan. Julius juga mengkonfirmasi dengan jelas kepada penggugat atau kuasa hukum mengenai kesesuaian lahan apakah telah sesuai dengan putusan nomor 118/PDT.G/2016/PN.KPG.
Namun ketika dikonfirmasi kembali oleh warga apakah lahan yang dimaksud adalah lahan di Manulai atau Batuplat, Julius tidak bisa menjelaskan secara pasti mengenai hal tersebut. Menurut Julius, pokok sengketa yang sedang berlangsung adalah sesuai dengan Putusan Nomor 118/PDT.G/2016/PN.KPG tanggal 28 September 2016. Dalam perkara antara Sarlin Penun Limau sebagai pemohon eksekusi dan Yakoba Adoe Nahak dkk sebagai termohon eksekusi.
Eksekusi Dinilai Melanggar Hukum
Pengacara Riki Faggidae yang merupakan kuasa hukum Penun, meminta pengadilan untuk menunda eksekusi hingga keputusan pengadilan inkrah. Menurutnya jika eksekusi dilakukan, maka eksekusi tersebut sama saja seperti melawan hukum.
Menurut Riki, pada prinsipnya pihak Penun menghormati keputusan pengadilan. Namun perlu digaris bawahi bahwa terdapat dua putusan terkait dengan pokok sengketa tersebut yang keduanya dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kelas A 1 Kupang.
Pengadilan Negeri Kupang telah memiliki Putusan Nomor 165 PDT G/2015 pada 26 Oktober 2015 dan sudah ditandatangani. Pihak Penun juga telah mengajukan perintah eksekusi dengan alatberat terhadap putusan ini pada 21/03/2021, namun eksekusi tersebut tidak kunjung dilakukan.
Karena terdapat dua putusan terhadap sengketa yang sama, maka secara hukum kedua putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Jika PN Kupang memaksa untuk melaksanakan eksekusi, maka eksekusi tersebut bisa digolongkan dalam pelanggaran hukum.
Ferdinand Dethan selaku kuasa hukum dari pihak lawan yaitu Yohanes Limau dan Ferdinand Limau juga setuju bahwa semua pihak harus patuh pada hukum. Lahan yang saat ini akan dieksekusi masih termasuk lahan sengketa dengan putusan yang belum resmi karena adanya dua putusan sehingga tidak boleh ada aktivitas apapun di lahan tersebut hingga putusan resmi dikeluarkan.
Proses eksekusi dengan alat berat ini diawasi oleh pihak kepolisian yang dipimpin langsung oleh Kompol Kapolsek Alak. Edy, S.H. Putusan eksekusi tersebut kemudian akan ditinjau kembali agar eksekusi bisa segera dilakukan.
Sumber : kupang.tribunnews.com